_Ilmu hikmah_
Wayan Supadno
Judul artikel ini memang tegas dan keras kesannya. Tapi memang itu adanya jika kita mau jujur melihat data dan fakta lapangan. Terjadinya depopulasi, penurunan jumlah populasi sapi di Indonesia.
Selama 10 tahun terakhir mengalami depopulasi sebanyak 2,4 juta ekor. Data BPS Sensus Pertanian 2013 sebanyak 14,2 juta ekor. Tapi data BPS Sensus Pertanian 2023 tinggal 11,8 juta ekor.
Sangat memprihatinkan. Karena demi kecukupan kebutuhan daging sumber protein hewani agar stunting bisa diminimalkan. Jumlah impor daging sapi, daging kerbau dan sapi hidup setara dengan 2,5 juta ekor.
Padahal indeks asupan daging hanya 2,57 kg/kapita. Tergolong sangat rendah dibandingkan negara lainnya. Ironisnya lagi, sama sumber impornya tapi harga daging di negeri ini jauh lebih mahal. Karena terlalu banyak rente.
Sudah tahu fenomena tersebut yang teramat memilukan. Tetap terjadi pembiaran terhadap tabiat melanggar KUHP UU No 19 tahun 2009, tentang larangan pemotongan sapi betina produktif.
Tindakan melawan hukum pidana tersebut mengakibatkan korban sapi betina produktif. Diperkirakan 1,3 juta ekor/tahun. Ekstrim. APBN yang dikelola Kementan triliunan tiap tahunnya oleh ribuan petugas ahli di bidangnya.
Setahu saya, peternak sapi pembibitan pembiakan (breeding) yang skalanya ratusan ekor indukan di negeri kita ini. Tidak lengkap 10 jari saja. Nampak sekali jauh dari mental peduli terhadap pembinaan peternak breeding.
Padahal, breeding is leading. Artinya jika kita tidak mau breeding maka sama artinya tidak mau punya masa depan. Maunya cuma satu saja, yaitu gagal. Depopulasi seperti selama ini. Defisit sapi indukan di negeri kita makin banyak.
Sapi betina produktif adalah pabriknya pedet anak sapi. Bahkan bisa kuadran beranak cucu terus jika punya indukan banyak. Tapi jika defitif indukan tanpa diatasi cepat sama artinya membesarkan importir dan peternak di luar negeri.
Jumlah defisit sapi indukan di Indonesia jumlah impor x 2,5 kalinya. Konkretnya impor saat ini setara 2,5 juta ekor maka kurang indukan 6,25 juta ekor. Sebanyak 6,25 juta ekor indukan, anakan lahir 5 juta ekor/tahun jantan betina.
Logikanya 50% dari anakan tersebut adalah jantan. Yaitu 2,5 juta, setara yang diimpor 2,5 juta ekor/tahun. Hitungan ini sangat logis. Jika tanpa cepat diatas impor calon indukan maka makin besar jumlah defisit sapi indukan.
Mimpi swasembada sapi, bagai panggang makin jauh dari apinya. Namanya " Dagelan Peternakan Sapi Indonesia ". Ehm ! Lalu apa artinya kita disiplin membayar pajak untuk APBN jika penggunaannya tidak strategis, non kajian cost and benefit.
Solusinya?
Negara harus hadir pada kesempatan pertama. Pemerintah sebagai penyelenggara punya tanggung jawab penuh, kondisi depopulasi sapi. Harus impor betina bakalan dikembangkan di Kalimantan sentra pakan murah meriah.
Selama 8 tahun terakhir minimal 1 juta ton impor daging kerbau. Labanya minimal Rp 30.000/kg. Setara Rp 30 triliun. Jika impor sapi betina dijual subsidi dari laba tersebut ke masyarakat desa agar berbiak. Tidak lama lagi swasembada sapi jadi kenyataan.
Tercipta lapangan kerja jutaan masyarakat desa. Masyarakat tumbuh dinamis mandiri mampu menghidupi dirinya sendiri. Sungguh lucu jika tidak mampu subsidi sapi indukan impor. Karena selama ini anggaran bansos dan subsidi saja bisa di atas Rp 500 triliun/tahun.
Salam Mandiri 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630
.
.